Sholat Tarawih
Syaikh Nashiruddin Al-Albani telah menjelaskan perincian
tentang tata cara shalat tarawih dalam kitab “Shalat Tarawih” (hal.101-105),
kemudian disini diringkasnya untuk mempermudah pembaca dan sebagai peringatan.
Cara Pertama
Shalat 13 rakaat yang dibuka dengan 2 rakaat yang ringan
atau yang pendek, 2 rakaat itu menurut pendapat yang kuat adalah shalat sunnah
ba’diyah Isya’. Atau 2 rakaat yang dikhususkan untuk membuka shalat malam,
kemudian 2 rakaat panjang sekali, kemudian 2 rakaat kurang dari itu, kemudian 2
rakaat kurang dari sebelumnya, kemudian 2 rakaat kurang dari sebelumnya,
kemudian 2 rakaat kurang dari sebelumnya, kemudian witir 1 kali.
Cara Kedua
Shalat 13 rakaat diaantaranya 8 rakaat salam pada setiap 2
rakaat kemudian melakukan witir 5 rakaat tidak duduk dan salam kecuali pada
rakaat kelima.
Cara Ketiga
Shalat 11 rakaat, salam pada setiap 2 rakaat dan witir 1
rakaat.
Cara Keempat
Shalat 11 rakaat, shalat 4 rakaat dengan 1 salam, kemudian
4 rakaat lagi seperti itu kemudian 3 rakaat. Lalu apakah duduk (tasyahud –pent)
pada setiap 2 rakaat pada yang 4 dan 3 rakaat? Kami belum mendapatkan jawaban
yang memuaskan dalam masalah ini. Tapi dudukpada rakaat kedua dari yang tiga
rakaat tidak disyariatkan !.
Cara Kelima
Shalat 11 rakaat diantaranya 8 rakaat, tidak duduk kecuali
pada yang kedelapan, (pada yang ke-8 ini –pent) bertsyahud dan bershalawat
kepada Nabi Shallaalhu ‘alaihi wa sallam, kemudian berdiri lagi dan tidak
salam, kemudian witir 1 rakaat, lalu salam, ini berjumlah 9 rakaat, kemudian
shalat 2 rakaat lagi sambil duduk.
Cara Keenam
Shalat 9 rakaat, 6 rakaat pertama tidak diselingi duduk (tasyahud – pent)
kecuali pada rakaat keenam dan bershalawat kepada Nabi Shallaalhu ‘alaihi wa
sallam dan seterusnya sebagaimana tersebut dalam cara yang telah lau.
Inilah tata cara yang terdapat dari Nabi Shallaalhu ‘alaihi wa sallam secara
jelas, dan dimungkinkan ditambah cara-cara yang lain yaitu dengan dikurangi
pada setaip cara berapa rakaat yang dikehendaki walaupun tinggal 1 rakaat dalam
rangka mengamalkan hadist Rasulullah Shallaalhu ‘alaihi wa sallam yang telah
lalu
(“…Barangsiapa yang ingin, witirlah dengan 5 rakaat, barangsiapa yang
ingin, witirlah dengan 3 rakaat, barang siapa yang ingin,witirlah dengan 1
rakaat) [Faedah penting : Berkata Ibnu Khuzaimah dalam “Shahih Ibni Khuzaimah”
2/194, setelah menyebutkan hadist Aisyah dan yang lainnya pada sebagian cara-cara
tersebut, maka dibolehkan shalat dengan jumlah yang mana dari yang dia sukai
dari yang telah diriwayatkan daari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukannya tida larangan bagi siapapun padanya, Saya katakan: Ini difahami
sangat sesuai dengan apa yang kita pilih yang konsisten dengan jumlah yang
shahih. DariNabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan tidak menambahinya. Segala puji bagi Allah atas taufiq-Nya dan aku
meminta Nya untuk menambahi keutamaan-Nya.] [1].
Shalat 5 dan 3 rakaat ini, jika seseorang menghendaki untuk melakukannya
dengan 1 kali duduk (tasyahud –pent) dan satu kali salam sebagaimana pada cara
kedua, boleh. Dan jika ingin, bisa dengan salam pada setiap 2 rakaat seperti
pada cara ketiga dan yang lain dan itu lebih baik[2]. Adapun shalat yang 5 dan
3 rakaat denagn duduk (tasyahud –pent) pada setiap 2 rakaat tanpa salam, kita
tidak mendapatinya terdapat dari Nabi Shallaalhu ‘alaihi wasallam, pada asalnya
boleh, akan tetapi nabi Shallaalhu ‘alaihi wa sallam ketika melarang untuk 3
rakaat dan memberikan alasannya dengan sabda beliau “Jangan serupakan dengan
shalat mahgrib...”
(diriwayatkan
At-Thahawi dan Daruquthni dan selain keduanya lihat
“Shalatut
Tarawih” hal 99-110) .
Maka
bagi yang ingin shalat witir 3 rakaat hendaknya keluar dari
cara
penyerupaan terhadap mahgrib dan itu dengan 2 cara :
1.
Salam antara rakaat genap dan ganjil itu lebih utama.
2.
Tidak duduk (tasyahud –pent) antara genap dan ganjil, (yakni
pada rakaat kedua –pent).
(Dinukil dari terjemahan kitab "Qiyamu Ramadhan", karya
Syaikh
Muhammad Nashiruddin al Albani, edisi Indonesia “Shalat Tarawih
Bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”, Penerjemah : Al-
Ustadz Qomar Su’aidi, Bab “Tata Cara Shalat Tarawih”
Hal : 60 - 71, Penerbit “Cahaya Tauhid Press)
Bacaan pada witir yang Tiga rakaat
Diantara
sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ialah membaca
pada
rakaat pertamanya surat Al-A’la dan kedua membaca surat Al
Kafirun
dan pada rakaat ketiga membaca surat Al-Ikhlas dan
terkadang
menambahkan dengan surat Al-Alaq dan An-Naas. Telah
terdapat
pula dalam riwayat yang shahih bahwa beliau Shallallahu
‘alaihi
wa sallam membaca pada satu rakaat witir dengan 100 ayat
dari
surat An-Nisa’. (Riwayat An-Nasai dan Ahmad dengan sanad
yang
shahih).
Doa Qunut witir dan tempatnya
Sesudah
membaca bacaan (surat –pent) sebelum ruku’ terkadang
beliau
melakukan qunut dan berdoa dengan doa yang Nabi
Shallallahu
‘alaihi wa sallam ajarkan kepada cucunya Hasan bin Ali,
yaitu :
“Ya Allah! Berilah aku petunjuk sebagaimana
orang yang telah
Engkau
beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari penyakit dan
apa
yang tidak disukai) sebagaimana orang yang telah Engkau
lindungi,
sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau
sayangi.
Berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku,
jauhkan
aku dari kejelekan apa yang Engkau takdirkan,
sesungguhnya
Engkau yang menjatuhkan qadha, dan tidak ada
orang
yang memberikan hukuman kepadaMu. Sesungguhnya orang
yang
Engkau bela tidak akan terhina, dan orang yang Engkau
musuhi
tidak akan mulia. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan
Maha
Tinggi Engkau.” [HR. Empat penyusun kitab Sunan, Ahmad,
Ad-Darimi, Al-Hakim dan Al- Baihaqi. Sedang doa yang ada di
antara dua kurung, menurut riwayat Al-Baihaqi. Lihat Shahih At- Tirmidzi
1/144, Shahih Ibnu Majah 1/194 dan Irwa’ul Ghalil, oleh
Al- Albani 2/172.]
Kemudian
terkadang bersholawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dan
tidak mengapa melakukan qunut setelah ruku', juga
menambah
melaknati orang-orang kafir, dan bersholawat kepada
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mendoakan kaum muslimin
pada
pertengahan kedua dari bulan ramadhan, karena telah ada
yang
demikian ini dimasa Umar radhiyallahu ‘anhu, yang telah
tersebut
pada hadist Abdurrahman bin Abdul Qari’ : Dan mereka
melaknati
orang-orang kafir pada pertengahan (ramadhan –pent)” :
“Ya Allah! Perangilah
orang-orang kafir yang menghalangi dari
jalan-Mu dan mendustakan para Rasul-Mu dan tidak beriman
dengan janji-Mu. Cerai beraikan persatuan mereka, lemparkan rasa
takut pada hati mereka, dan lemparkan adzab-Mu atas mereka
wahai Illah yang haq.”
Kemudia
bersholawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berdoa
untuk kaum muslimin semampunya dari kebaikan, lalu
mintakan
ampun untuk mereka. Dia berkata juga “Setelah selesai
melaknati
orang-orang kafir dan bersholawat kepada Nabi
Shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka diteruskan dengan membaca :
“Ya Allah! KepadaMu kami
menyembah. UntukMu kami melakukan
shalat dan sujud. KepadaMu kami berusaha dan melayani. Kami
mengharapkan rahmatMu, kami takut pada siksaanMu.
Sesungguhnya siksaanMu akan menimpa pada orang- orang kafir.
Ya, Allah! Kami minta pertolongan dan minta ampun kepadaMu,
kami memuji kebaikanMu, kami tidak ingkar kepada-Mu, kami
beriman kepadaMu, kami tunduk padaMu dan berpisah pada orang
yang kufur kepadaMu.” [HR.
Al-Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra,
sanadnya
menurut pendapat Al- Baihaqi adalah shahih 2/211.
Syaikh
Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil 2/170 berkata: Sanadnya
shahih
dan mauquf pada Umar]
Kemudian
bertakbir dan menuju sujud. (Riwayat Ibnu Khuzaimah
dalam
kitab “Shahihnya” (2/155-156/1100)).
Yang diucapkan di akhir witir
Termasuk
dari sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
mengucapkan
pada akhir shalat witir sebelum atau sesudah salam :
“Ya, Allah, sesungguhnya aku
berlindung dengan kerelaanMu dari
kemarahanMu, dan dengan keselamatanMu dari siksaMu. Aku
berlindung kepadaMu dari ancamanMu. Aku tidak mampu
menghitung pujian dan sanjungan kepadaMu, Engkau adalah
sebagaimana yang Engkau sanjungkan kepada diriMu sendiri.” [HR.
Empat peenyusun kitab Sunan dan Imam Ahmad. Lihat Shahih At-
Tirmidzi 3/180 dan Shahih Ibnu Majah 1/194 serta kitab Irwa’ul
Ghalil 2/175. [HR. Al-Baihaqi dalam
As-Sunanul Kubra, sanadnya
menurut
pendapat Al- Baihaqi adalah shahih 2/211. Syaikh Al-
Albani
dalam Irwa’ul Ghalil 2/170 berkata: Sanadnya shahih dan
mauquf
pada Umar]
Kemudian
jika telah salam dari shalat witir mengucapkan :
Subhaanal
malikil qudduusi (rabbul malaaikati warruh) tiga kali,
sedang
yang ketiga, beliau membacanya dengan suara keras dan
panjang.
[HR. An-Nasai 3/244, Ad-Daruquthni dan beberapa imam
hadis
yang lain. Sedang kalimat antara dua tanda kurung adalah
tambahan
menurut riwayatnya 2/31. Sanadnya shahih, lihat Zadul
Ma’ad
yang ditahqiq oleh Syu’aib Al-Arnauth dan Abdul Qadir Al-
Arnauth
1/337.
Dua rakaat setelah witir
Dibolehkan
shalat dua rakaat, karena telah terdapat dalil dari
perbuatan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (riwayat Muslim dan lain
lihat “Shalat
Tarwih”hala:108-109), bahkan beliau memerintahkan
umatnya
dengan sabdanya :
“Sungguh
safar ini payah dan berat, maka jika salah seorang dari
kalian
telah melakukan witir, hendaknya rukuk (shalat) dua rakaat,
jika
bangun, jika tidak keduanya telah memilikinya.” (Riwayat Ibnu
Khuzaimah
dalam “Shahih”nya dan darinya juga yang lainnya. Telah
ditahkrij
dalam “Silsilah Shahihah”. Dulu aku Tawaquf (tidak bisa
memutuskan
pada masalah itu) dalam waktu yang cukup lama,
maka
tatkala saya dapatkan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam
yang mulia ini cepat-cepat saya mengambilnya dan saat itu
saya
tahu bahwa sabdanya : " اجعلوا اخر
صلا تكم با ليل وترا “Jadikanlah witir
akhir
shalat kalian dimalam hari” adalah kewajiban pilihan saja
bukan
merupakan kewajiban dan itu adalah pendapat Ibnu Nashr
hal:130
)
Dan
disunnahkan untuk membaca pada kedua rakaatnya surat Al
Zilzalah
dan surat Al Kafiruun. (Riwayat Ibnu Khuzaimah
(1104,11050
dari hadist Aisyah dan Anas radhiyallahu ‘anhum
dengan
dua sanad yang saling menguatkan)
(Dinukil dari terjemahan kitab "Qiyamu Ramadhan", karya
Syaikh
Muhammad Nashiruddin al Albani, edisi Indonesia “Shalat Tarawih
Bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”, Penerjemah : Al-
Ustadz Qomar Su’aidi, Bab “Tata Cara Shalat Tarawih”
Hal : 60 - 71,
Penerbit “Cahaya Tauhid Press)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar